Apakah benar Belanda tidak menjajah Indonesia selama 350 tahun?

Benar. Mengapa? Belanda resmi menjajah pada tahun 1800 dengan pembentukan pemerintah kolonial Hindia-Belanda atau Nederlandsch-Indië. Pada saat itu, Republik Batavia membentuk Hindia-Belanda sebagai akibat dari pembubaran Vereenigde Oostindische Compagnie alias VOC yang biasa disebut kompeni. Saat itu wilayah Hindia-Belanda hanya meliputi Maluku Selatan, Pesisir Jawa, sebagian Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatra Barat, sebagian kecil Sulawesi Selatan, Sebagian kecil Sulawesi Utara dan Kupang. Wilayah di Jawa yang dikuasai Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Kasunanan Surakarta Hadiningrat maupun Kadipaten Mangkunegaraan masih belum dibawah wilayah Hindia-Belanda. Gubenur Jenderal pertama Hindia-Belanda yang ditunjuk oleh Republik Batavia adalah Pieter Gerardus van Overstraten.


Wilayah Hindia-Belanda pada awal berdirinya.

Pada saat Perang Napoleon (Guerres napoléoniennes) berkecambuk di Eropa yang dimulai tahun 1803, Republik Batavia riwayatnya tamat pada tahun 1806. Belanda kemudian dijajah Prancis dan Napoleon membentuk pemerintahan boneka Kerajaan Holland yang dipimpin Louis Napoléon Bonaparte atau Louis I alias Lodewijk I. Louis I mengkonsolidasikan jajahan Republik Batavia di Hindia-Belanda dengan tetap mempertahankan Albertus Henricus Wiese sebagai Gubernur Jenderal sampai tahun 1808. Louis I yang merasa ancaman Britania Raya semakin nyata akhirnya mengutus Herman Willem Daendels yang revolusioner untuk memimpin Hindia-Belanda di bawah pemerintahan negara boneka Kerajaan Holland yang menginduk kepada Kekaisaran Prancis Pertama (Empire Français).

Raja Louis I.

Pemerintah Hindia-Belanda dibawah pengaruh Kerajaan Holland pada akhirnya tamat pada tahun 1811. Kapitulasi Tuntang berisi penyerahan kedaulatan Hindia-Belanda kepada Inggris dengan Robert Rollo Gillespie sebagai acting Mayor Gubenur Jenderal. Gillespie kemudian menunjuk Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan Gubernur Jenderal pada tahun itu juga untuk memerintah Hindia. Britania Raya berkuasa di Hindia dari tahun 1811–1816 dengan Letnan Gubernur Jenderal John Fendall Jr. sebagai penguasa terakhirnya. Akan tetapi, Britania Raya tidak begitu saja hengkang dari Nusantara, kerajaan itu masih menguasai Bengkulu dari tahun 1685 sampai 1825 dengan John Prince sebagai penguasa terakhir Britania Raya Bengkulu (British Bencoolen) dengan jabatan Residen.

Wilayah British Bencoolen yang ditandai warna merah muda.

Setelah disepakatinya Protokol London yang melahirkan Kerajaan Belanda dan Perjanjian Anglo-Dutch pada tahun 1814, disepakati bahwa pengembalian wilayah Hindia kepada Belanda. Hal itu sebagai konsekuensi dari kekalahan Napoleon yang ditandai dengan Perjanjian Fontainebleau dan Perjanjian Chaumont. Raja Willem I yang baru berkuasa kemudian menunjuk Cornelis Theodorus Elout, Godert van der Capellen, dan Arnold Adriaan Buyskes sebagai tiga serangkai dalam merestorasi Hindia-Belanda. Godert van der Capellen akhirnya ditunjuk sebagi Gubernur Jenderal Hindia-Belanda baru pada tahun 1819.

Gubernur Jenderal Godert van der Capellen.

Seiring berjalannya waktu, pemerintah Hindia-Belanda terlibat peperangan dengan penguasa lokal dalam menguasai seluruh Nusantara. Politik pembiaran (Onthoudingspolitiek) yang digagas selama masa pemerintahan Johannes van den Bosch merupakan langkah awal dalam melakukan ekspansi militer maupun mengikat kerajaan lokal sebagai protektorat dalam perjanjian politik sampai awal abad ke-20 Masehi. Beberapa kerajaan lokal seperti Kesultanan Aceh baru dikuasai pada tahun 1903 saat Sultan Alauddin Muhammad Da'ud Syah II secara resmi menyerah kepada pemerintah kolonial Hindia-Belanda yang diwakili Joannes Benedictus van Heutsz. Setelah Aceh dikuasai lewat perang yang berlangsung dari tahun 1873 sampai 1904, militer Hindia Belanda kemudian memusatkan perhatian menguasai Bali. Pulau Bali baru sepenuhnya dikuasai pemerintah kolonial saat Kerajaan Klungkung ditaklukkan pada tahun 1908.

Wilayah yang dipersatukan pemerintah kolonial Hindia-Belanda hingga tahun 1920.

Pemerintah Hindia-Belanda kemudian menata ulang wilayahnya yang didapatkan dari serangkaian operasi militer, perjanjian politik maupun pembagian suatu wilayah dengan negara kolonial lainnya seperti Britania Raya dan Kekaisaran Jerman. Akhirnya pemerintah Hindia-Belanda baru mempersatukan Nusantara dari Sabang sampai Merauke pada tahun 1920 ketika Papua berada dalam administrasi kolonial. Jika merujuk pada hal itu, Hindia-Belanda dapat dikatakan berhasil menaklukkan beberapa wilayah Nusantara dari tahun 1830 sampai 1920 atau selama 90 tahun. Wilayah yang dipersatukan itu kemudian dirampas Kekaisaran Jepang pada tahun 1942. Jika dikalkulasikan maka Pemerintahan Hindia Belanda yang mencakup seluruh Nusantara hanya bertahan selama 22 tahun saja.

Kunjungan Hideki Tojo ke Indonesia pada tahun 1943.

Meskipun Jepang menduduki Indonesia, Hindia-Belanda membentuk pemerintah dalam pengasingan di Australia. Pemerintah pengasingan ini dipimpin oleh Hubertus van Mook yang bertindak sebagai Gubernur Jenderal dalam pelarian dengan penasehatnya adalah Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo. Gubernur Jenderal Hindia-Belanda Tjarda van Starkenborgh Stachouwer sendiri ditahan Jepang karena dirinya menandatangani penyerahan kedaulatan kepada Dai-Nippon. Pemerintahan Hindia-Belanda dalam pengasingan ini hanya akal-akalan agar jika menang perang dapat menguasai kembali Indonesia. Pada saat Kekaisaran Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada tahun 1945, pemerintah pengasingan Hindia-Belanda dengan nama Nederlandsch-Indische Civiele Administratie alias NICA yang dibentuk tahun 1944 kembali lagi ke Indonesia, yaitu Papua, pada tahun yang sama. NICA ini baru datang ke wilayah lain pada tahun 1945.

H. van Mook.

Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo.

Patut diketahui bahwa keberadaan NICA ini sebagai konsekuensi dari kesepakatan van Mook dengan Jenderal Douglas MacArthur bahwa daerah Hindia-Belanda yang dapat direbut sekutu dari tangan Jepang akan diserahkan pada administrasi sipil NICA. Hal ini kemudian dimaklumi sekutu bahwa NICA adalah bentuk penegakan kembali rust en orde di Hindia. NICA juga menilai Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 adalah tidak sah karena Soekarno dan para nasionalis lainnya dianggap kolaborator Jepang. Pemerintah Hindia-Belanda kemudian terlibat peperangan dengan Republik Indonesia sampai tahun 1949. Selama kembali ke Indonesia, NICA yang sempat berganti nama menjadi Allied Military Administration-Civil Affairs Branch dan setelah kepergian Britania Raya dari Indonesia, namanya berubah lagi menjadi Tijdelijke Bestuursdienst atau administrasi sipil sementara tersebut tidak mampu menyatukan wilayahnya sebagaimana yang terjadi pada tahun 1920 silam.

Sebagai penutup dapat disimpulkan bahwa Belanda tidak menjajah selama 350 tahun. Pernyataan dijajah selama 350 tahun hanyalah ungkapan dari Sukarno yang ditujukan untuk membakar semangat nasionalisme dan melawan kolonialisme Belanda. Wilayah Hindia-Belanda dari Sabang sampai Merauke baru disatukan pada tahun 1920 dengan konsekuensi banyak wilayah yang berbeda masa penjajahannya. Secara umum, wilayah Hindia-Belanda itu baru mulai dijajah “dengan serentak” pada tahun 1920 sampai 1942. Itu artinya Belanda hanya menjajah wilayah dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau selama 22 tahun saja. Hal itulah yang menjadi latar belakang ngototnya Belanda sampai harus berperang melawan Indonesia pada tahun 1945–1949. Belanda belum cukup puas menegakkan kekuasaan negeri koloninya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Belanda justru pihak penyatu wilayah yang kini dikenal sebagai Indonesia. Tanpa penyatuan yang diikuti dengan politik etis (Ethische Politiek), pengetahuan atas nasionalisme dan kesadaran menjadi bangsa Indonesia tidak akan pernah ada dan Nusantara hanya terdiri dari kerajaan-kerajaan yang saling berperang satu sama lain.



Comments

Popular Posts